Suara Masyarakat sipil dalam konferensi perubahan iklim


Udara panas yang cukup menyengat seperti biasanya mewarnai pulau Bali, tempat para wisatawan mancanegara maupun local melakukan liburan ataupun istirahat di pulau yang penuh dengan aroma wisata ini. Di awal bulan desember 2007 tepatnya tanggal 3 hingga 15 pulau ini menjadi tuan rumah pertemuan PBB mengenai perubahan iklim, kondisi bumi yang memanas seperti halnya udara di pulau Bali tidak mengurangi antusias para peserta konferensi yang mencapai 10.000 orang ini. Delegasi yang hadir pun terdiri dari beberapa utusan seperti pemerintahan, bisnis, akademisi, NGO, dan kelompok – kelompok masyarakat dari berbagai belahan dunia. Konferensi yang berlangsung sudah ke 13 kalinya ini seperti biasa membahas mengenai dampak dari pemanasan global dan bagaimana para peserta konferensi menanggapi isu ini untuk kemudian dijadikan kebijakan mengurangi dampak besar dari perubahan iklim. Konferensi PBB yang bernama UNFCCC ( United Nations Framework Climate Change Conference) ini terbentuk dari inisiatif PBB melalui program lingkungannya, dengan sebelumnya pada tahun 1988 bersama WMO ( World Meteorological Organization ) membentuk The Intergovernmental Panel on Climate Change ( IPCC) yang pada setiap lima tahun mengeluarkan laporan mengenai keadaan meningkatnya suhu bumi. Dari perkembangan diataslah melalui berbagai pembahasan dan kesepakatan pada tahun 1992 tepatnya dalam konferensi Bumi ( Earth Summit ) di Rio De janeiro dibahas untuk pembentukan suatu konvensi khusus mengenai perubahan iklim karena ketika mereka memasukkan isu perubahan iklim ke dalam konvensi, negara – negara di dunia sadar bahwa tidak cukup hanya dituangkan ke dalam suatu ketetapan saja.